Benarkah Ikhlas Itu Ungkapan Putus Asa?

typolagi

Sejak masih kecil kita diajari untuk ikhlas.

“Sudah, ikhlaskan saja!” ujar seorang teman, saat tahu kalau saya baru kehilangan handphone lawas yang penuh dengan nomor kontak teman-teman.

“Sudah, Bu, diikhlaskan saja!” kata seorang ibu pada tetangganya, saat mendengar bahwa ipar si tetangga menjadi korban investasi bodong.

Ikhlas awalnya memiliki makna yang bagus, yakni kebersihan hati dan kemurnian niat. Sayangnya, makna yang bagus itu kini lebih terdengar sebagai ketidakberdayaan, keputusasaan, atau kebingungan mengambil tindakan yang tepat.

“Hidup memang begitu, terima saja,” begitu kurang lebih kalau kita ungkapkan.

zebra-84074_960_720 Sumber gambar: pixabay.com (https://goo.gl/gmMgBM)

Ketika kasus First Travel menyeruak dan netizen ramai-ramai membicarakan gaya hidup pemilik perusahaan itu, Andika Surachman dan Annisa Hasibuan, seseorang berkomentar di wallFacebook-nya, “Udah, sabar aja, namanya juga cobaan. Ikhlasin deh, toh mereka sesama muslim.”

Entah mulai kapan keikhlasan dipakai untuk mengunci akal sehat kita. Seolah tak ada cara lain, kini ia digunakan untuk membungkam kewarasan.

Lihat pos aslinya

24 respons untuk ‘Benarkah Ikhlas Itu Ungkapan Putus Asa?

  1. A'a Goes To Moon berkata:

    Hmmm … Ikhlas yang tulus itu yang sulit di aplikasi kan & di implementasi kan …
    Sama hal nya kata “Pasrah” apakah menyerah ??? Time to tell lagh …😊

    Suka

Tinggalkan komentar