Jangan ganggu jalan “mereka”

Susunan acara sudah ada tangan, tak ada pikiran buruk untuk diklat organisasi yang terlihat menyenangkan, kini waktunya membentuk lingkaran agar kita mengetahui rekan pada saat jelajah malam.

“mbak nu, kamu sama aku ya” sapa Eno adik tingkatku dengan nada bersemangat.

“iya, yeay…” aku menyambut semangatnya.

“mbak, ini petanya.. tadi aku udah ambil”

“terimaksih eno, kita dapat mana?” tanyaku penasaran.

“yang alurnya ngelewatin hutan bambu mbak”

“oh oke” jawabku semangat, setidaknya tidak terlalu  buruk, tangan eno mengandung keberuntungan juga 😛

Malampun tiba..

Jaket tebal, lampu senter, tas berisi P3K, sedikit bahan makanan sudah di tangan.. dalam hitungan menitpun kita akan bersiap untuk berangkat.

Jalan masih terang, belum memasuki wilayah yang dirasa menyeramkan, namun lambat laun mulai redup, waktunya menyalakan senter, dan lilin.

“mbak, kamu yang bawa senternya ya..” pintanya

“oke” jawabku singkat.

“mbak”

“iya, ada apa?” tanyaku

“boleh minta izin?”

“izin apa tang?”

“ aku mau bakar dupa” jawabnya singkat, tapi membuat jantungku berasa berhenti sejenak.

“kamu mau bawa atau kamu taruh sini?” tanyaku dalam keheningan malam.

“dibawa mbak, aku percaya bisa buat ngelindungi dari roh jahat” dia mencoba menjelaskan

Aku memaksa diriku sendiri berfikir sangat cepat saat itu, sejujurnya aku takut sekali dengan bau-bauan seperti itu mana aura lingkungan sekitar sini sudah sangat tidak enak, tapi bila aku melarangnya seakan aku tidak menghargai apa yang dia yakini.

“oke” jawabku singkat.

Mulailah kita berjalan-jalan..

Melewati sawah yang sangat sunyi…

Menyusuri jalan setapak tepian sungai yang di sebrangnya terdapat rumah warga, sangat hening tak terlihat aktifitas sedikitpun, hanya ada lampu warna kuning yang menerangi rumah.

Tak banyak yang bisa kulakukan sembari memohon perlindungan pada Tuhan.

Jalan semakin gelap.. masuklah kita di sebuah ladang, taman, hutan kecil, atau apapun namanya yang jelas itu sangat menyeramkan.

Bau dupa yang dibawa si Eno semakin tercium tajam, suara hembusan angin malam yang membuat hati bergetar tak karuan, tak ada pembicaraan sepanjang jalan antara aku dan eno karna kita berdua saling berdoa, dan berharap bertemu teman seperjuangan.

“tang, kita masih lama ya? Udah setengah jalan belum? Ini bener kan ya jalannnya” aku mencoba memecah keheningan

“bener kok mbak ini ada tandanya, udah gak kuat kah mbak mau ditiup peluitnya?” tanyanya

“masih kuat dong” jawabku penuh kegengsian

Kita berjalan pelan-pelan, hingga aku melihat sebuah batu yang lumayan besar lebih mirip petilasan, hati semakin tak karuan membuat tubuh tak seimbang, jalan sudah tak beraturan.

“mbak, jangan jalan terlalu nganan” sembari menyeretku ke arahnya.

Aku hanya terdiam.

“mbak deket aku aja, jangan terlalu jauh, apalagi terlalu ke arah pohon itu mbak, itu tempatnya mere…” dia mengentikan pembicaraanya.

Aku refleks, memegang lenganya.

“maaf ya mbak, jadi nakutin.. aslinya sejak tadi mbak udah dilihatin cuma karna mbak gak ganggu jalan mereka jadi mbak gak di apa-apain mbak” ceritanya

 “ya.. ya, maksih ya eno udah ngingetin” kataku lemas.

“sama-sama mbak” sambil tersenyum, itu adalah senyum terseram yang pernah aku lihat darinya.

“no”

“ iya mbak” sahutnya

“siapa ketua kita? Kita resmi jadi anggota tanggal berapa? Rektor kita siapa?” tanyaku

“ mas A. 18 mbak. Pak B mbak. Ada pa toh mbak?“ tanyanya

“ya aku mau memastikan klo itu kamu, bukan yang lain”

“aku kok mbak ini, lagian klo bukan aku yang lain juga pasti  bisa jawab” jawabnya  diiringi tawa yang terdengar sangat mengerikan ditelingaku.

Aku sangat mengusahakan diriku untuk terus berjalan, sementara eno membantu berjalan sedangkan tangan satunya masih memegang dupa, kita terus berbica sampai akhirnya kita menemukan cahaya.

Kita berkempul menunggu anggota lainnya hingga semua lengkap, tak terasa adzan shubuh telah berkumandang, setelah menunaikan kewajiban kita berkumpul untuk membicarakn kegiatan selanjutnya, sebelum akhirnya kembali ke tenda masing-masing….

“mbak?” eno menghampiriku

“hemm, ada apa?” tanya ku

“aku tadi serius, gak bercanda, beneran ada”

“ya..” jawabku lirih.

110 respons untuk ‘Jangan ganggu jalan “mereka”

  1. umisholikhah berkata:

    Merindiing…sendiri.
    Kak kunu.. temen saya suka bilang gt jugaa. Kayak si eno. Ga siang ga malam, dikantor di jalan dia suka blg gt. “Ada yang ngeliatin”, ada yang lewat.. begitulah…😩

    Disukai oleh 3 orang

  2. Rissaid berkata:

    Setelah liat # di atas sekali, aku memutuskan bacanya skip2, ga ynmpe bawah bs merinding gitu, nda baek buat kesehatan hati :))

    Disukai oleh 1 orang

  3. mfadel berkata:

    Kunu, aku seneng banget kalau ada tanda petik 2 di judul tulisanmu 😂😂😂 Itu tanda hal heboh akan terjadi wkwk

    Yang ini agak ngakak ya 😂 Terutama bagian nanya2 ke Eno itu siapa nama rektornya. Nggak kebayang deh wkwk

    Disukai oleh 1 orang

      • mfadel berkata:

        Ini kejadiannya sebelum mata batinmu belum dibuka ya? Bukannya kamu dah biasa dengan keberadaan mereka sejak saat itu 😂😂

        Gimana aku nggak ngakak nu. Lha lagi jurit malam, tiba2 nanyain “nama rektor kita siapa no?” Wkwk

        Disukai oleh 1 orang

      • kunudhani berkata:

        Sudah kok del, cm aku gk crtain aja appa yg aku rsain dn aku lhat dii sana, takut fokus crtanya pecah haha 😂
        Itu nakkutin coba rsain 😅

        Suka

Tinggalkan komentar